Di tengah bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global, dari perang tarif yang kembali mencuat di era pasca-Trump hingga tekanan inflasi yang merambat ke segala lini kehidupan, masyarakat urban mulai mencari bentuk pelarian yang lebih dalam dan bermakna.
Bukan sekadar konsumsi, melainkan pengalaman. Bukan sekadar gaya, melainkan ekspresi diri. Di Jakarta, pelarian itu hadir dalam bentuk yang penuh gaya: sebuah instalasi imersif bernama Coach Tabby Shop.
Bertempat di ASHTA District 8, Jakarta Selatan, Coach Tabby Shop bukan hanya pop-up store biasa. Kehadirannya seperti oasis visual dan emosional di tengah realitas yang kian kompleks. Dengan desain yang hangat dan dunia yang playful, Coach menyuguhkan pengalaman retail yang tidak terasa seperti membeli-melainkan merayakan siapa diri kita sebenarnya.
Situasi ekonomi yang serba tak pasti telah mengubah cara orang berbelanja. Konsumen tak lagi hanya mengejar harga atau logo besar, tapi mereka mencari koneksi emosional dan cerita. Di sinilah Coach dengan konsep ‘affordable luxury’ hadir dengan Tabby sebagai simbol gaya yang personal tapi inklusif.
“Berbeda dari tas lainnya, Tabby menarik perhatian dengan siluetnya yang timeless dengan twist yang kekinian,” ujar salah satu tamu, Rabu (23/4/2025). Didesain oleh Direktur Kreatif Coach Stuart Vevers, Tabby pertama kali hadir beberapa tahun lalu. Mendapat respons positif dari konsumen, Tabby menjadi salah satu fashion item andalan jenama asal Amerika Serikat itu dan terus berevolusi agar tetap relevan.
Di Coach Create, para pengunjung dapat mempersonalisasi tas sesuai gaya dan emosi mereka, menciptakan objek mode yang terasa unik-dan dalam konteks saat ini, terasa relevan.
Di saat banyak merek berjuang mempertahankan eksistensi dalam iklim tarif tinggi dan rantai pasok yang terguncang, Coach justru memilih untuk menghidupkan narasi bahwa gaya bisa menjadi bentuk ketahanan.
Dari Chain Tabby yang elegan dengan tiga tali interchangeable, Twisted Tabby yang berani, hingga Quilted Tabby yang nostalgia, rangkaian tas ini bukan hanya aksesori. Di era di mana keputusan berbelanja melibatkan kalkulasi rasional dan kebutuhan emosional, tas Tabby menawarkan keduanya.
Dibanderol mulai Rp 11 juta, ia menjadi purchase with a purpose, bukan hanya karena estetika, tetapi karena keterhubungan. Tabby memang mulanya ditujukan untuk para perempuan, tapi banyak pria yang mulai tertarik padanya seiring runtuhnya tembok batasan gender.
Di tengah lanskap geopolitik yang labil, Coach tampaknya memahami bahwa mode bisa menjadi bahasa perlawanan yang lembut. Dan Tabby? Bukan sekadar tas, tetapi simbol bahwa bahkan di masa sulit, kita masih boleh, dan perlu bermimpi, dan berdandan.
Coach Tabby Shop terbuka untuk umum hingga 4 Mei 2025 di ASHTA District 8, Jakarta. Di dunia yang berubah cepat dan tak selalu ramah, mungkin kita semua butuh ruang seperti ini: hangat, playful, dan jujur pada hasrat kita untuk merasa baik.